3 Komentar

Pemberian Fasilitas Perpajakan untuk Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan

Konsumsi energi tiap hari terus bertambah. Selama ini Indonesia lebih banyak menghandalkan energi fosil sebagai sumber energi utama. Akibatnya, cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia makin berkurang. Sementara itu, Indonesia sebenarnya memiliki sumber energi lainnya yang keberadaannya tidak akan pernah habis sepanjang pengelolaannya benar. Tidak pernah habis karena sumber energi ini memiliki sifat yang dapat diperbaharui.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar yaitu tenaga air sebesar 75 GW, panas bumi sebesar 27 GW, biomassa sebesar 50 GW, mini/mikrohidro sebesar 500 MW, serta tenaga surya dan angin. Namun pemanfaatannya dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional masih relatif rendah. Pada tahun 2008, tercatat pemanfaatan energi air lebih kurang  4300 MW (hidro skala kecil dan besar), panas bumi sebesar 1189 MW, biomassa 445 MW, tenaga surya sebesar 14,1 MW, dan tenaga angin sebesar 1,4 MW. Secara total pemanfaatan energi terbarukan tersebut baru memenuhi 5% dari pangsa energi primer di Indonesia.

Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan ini, pemerintah perlu campur tangan agar investor tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu bentuk campur tangan pemerintah adalah dengan memberikan fasilitas perpajakan. Walaupun selama ini pemerintah sudah memberikan fasilitas perpajakan, namun pemberian itu belum optimal sebagai upaya menarik investor. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan fasilitas tambahan yang masih memungkinkan untuk diberikan.

Fasilitas perpajakan yang dapat diberikan tentunya tetap berpegang pada ketentuan perpajakan yang ada. Pemerintah tidak mungkin memberikan fasilitas perpajakan yang tidak diatur atupun bertentangan dengan Undang-Undang di Bidang Perpajakan.

Dalam Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II, Pemerintah berjanji menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan untuk Pemanfaatan Energi Terbarukan. Sesuai dengan janjinya, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2010 tanggal 28 Januari 2010 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan.

Ada empat bentuk fasilitas yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, yaitu: (1) Fasilitas Pajak penghasilan; (2) Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai; (3) Fasilitas Bea Masuk; dan (4) Fasilitas Pajak Ditanggung Pemerintah. Hal ini diatur dalam Pasal 2 PMK tersebut.

Untuk Pajak Penghasilan, fasilitas masih tetap mengacu kepada ketentuan yang diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008.  Fasilitas tersebut meliputi: (a) pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama 6 tahun masing-masing 5% setahun; (b) penyusutan dan amortisasi dipercepat; (c) Pengenaan PPh Pasal 26 atas dividen sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah menurut P3B; dan (d) tambahan kompensasi kerugian maksimal 5 tahun.

Apabila sang pengusaha di bidang pemanfaatan sumber energi terbarukan melakukan impor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, maka atas impor tersebut dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22 Impor. Menteri Keuangan memang diberi wewenang untuk memberikan fasilitas ini atas dasar Pasal 22 Undang-Undang PPh.

Kedua bentuk fasilitas PPh ini diatur dalam Pasal 3 dan PAsal 4.

Selain pembebasan dari pungutan PPh Pasal 22 Impor, pengusaha yang mengimpor barang seperti di atas juga dibebaskan dari pengenaan PPN impor. Berdasarkan Pasal 5 peraturan ini, tata cara pembebeasan dari pengenaan PPN disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 31 Tahun 2007.

Dalam Pasal 6 diatur mengenai fasilitas kepabeanan berupa pembebasan bea masuk sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal, beserta perubahannya. Di samping itu, pembebasan bea msuk juga diberikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.011/2008 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, beserta perubahannya.

Fasilitas terakhir yang diberikan adalah fasiliats pajak ditanggung pemerintah. Misalnya atas impor barang tertentu yang tidak dimungkinkan untuk diberikan fasilitas berdasarkan UU Perpajakan, maka atas impor tersebut tetap dipungut pajak, tetapi beban pajak menjadi tanggungan pemerintah. Pemerintah membayari (mentraktir) beban pengusaha dengan menggunakan anggaran yang ditetapkan dalam APBN. Oleh karena itu, pagu anggaran sangat tergantung dari hasil pembahasan APBN di DPR.

Mudah-mudahan dengan adanya berbagai bentuk fasilitas ini, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi semakin meluas, sehingga ketergantungan Indonesia pada sumber energi fosil bisa berkurang. Dengan demikian, ketahanan energi nasional dapat terus dipertahankan.

3 comments on “Pemberian Fasilitas Perpajakan untuk Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan

  1. TERIMAKASIH ATAS INFORMASI DAN TULISANNYA, CUKUP BERMANFAAT BUAT BACAAN/REFRENSI UNTUK REGENERASI. KUNJUNGI JUGA SEMUA TENTANG PAKPAK DAN UPDATE BERITA-BERITA DARI KABUPATEN PAKPAK BHARAT DI GETA_PAKPAK.COM http://boeangsaoet.wordpress.com

  2. sedikit bertanya saja, Pak… hal pemberian insentif ini persis sama dengan PP No 01 Th 2007…
    jika benar demikian, berarti tidak ada hal baru/terobosan ya?
    Thanks

Tinggalkan komentar